Friday, August 15, 2008

Monday, November 12, 2007

Galau

Mmm... tidak, entahlah, apa yang kupikirkan, apa yang kujalani saat ini sudah mewakili isi hati. Sulit mengikuti kata hati ato perasaan, yang jelas aQ juga telah sulit membedakan apa itu perasaan dan juga kata hati.
Susah memang, tapi sebagian ritme telah berjalan, memutuskan benang tidaklah mudah karena kembali perasaan yang bermain. Mungkin jika sesuatu akan merubah, ato malah berkelanjutan aQ sepertinya tidak punya pilihan,

Sunday, April 08, 2007

Quantum Gravitasi

Teori gravitasi kuantum (quantum gravity) adalah sebuah nama untuk teori yang sampai sekarang belum terwujud, yang seyogyanya mengawinkan teori kuantum dengan teori relativitas (yaitu teori tentang ruang-waktu dan gravitasi) dalam satu framework : one unified theory, atau theory of everything, atau terserah anda sebut apa namanya. Kedua teori ini adalah pilar utama fisika modern, dan keduanya berhasil dalam domainnya masing-masing dan telah teruji dengan berbagi eksperimen : fisika kuantum berhasil dalam menjelaskan atom, partikel elementer, dan fenomena mikro lainnya; sedangkan fisika relativitas berhasil menjelaskan gravitasi, kosmologi, dan fenomena makro lainnya. Keduanya membawa sudut pandang yang revolusioner mengenai realita: teori relativitas merubah pandangan mengenai ruang dan waktu, sedangkan teori kuantum merubah pandangan mengenai pengamat dan yang diamati. Tak heran jika banyak orang yang memberikan timeline bahwa fisika modern adalah fisika setelah ditemukannya teori relativitas dan kuantum, dan fisika klasik adalah fisika sebelumnya. Namun keduanya cukup berbeda dan usaha untuk menyatukannya belum berhasil sampai saat ini. Bisa dikatakan bahwa teori kuantum gravitasi adalah "holy grail" dari fisika teori.
Untuk memahami sedikit dari kedua teori tersebut, ada baiknya kita membandingkan fisika relativitas dan kuantum dengan fisika klasik (fisika Newton). Pertama, kita tinjau fisika relativitas. Dalam fisika klasik, kita menganggap ruang dan waktu sebagai latar yang tetap (fixed background), yaitu seperti panggung atau arena, di mana partikel-partikel menari di atasnya. Dengan sudut pandang itu, kita bisa membuat model geometri yang tetap untuk ruang dan waktu, lalu setelahnya kita bisa merumuskan persamaan untuk mengambarkan dinamika dari partikel-partikel, dan ruang-waktu bersifat absolut, tidak terpengaruh oleh gerakan partikel-partikel. Mungkin gambaran seperti ini yang sekilas bisa kita terima berdasarkan intuisi dan pengalaman sehari-hari. Namun teori relativitas membuktikan bahwa sudut pandang itu adalah salah, dan teori relativitas telah diuji melalui eksperimen. Menurut teori relativitas, ruang-waktu adalah dinamis. Geometri ruang-waktu tidaklah statis, tetapi bergantung pada distribusi materi dan energi. Jadi sudut pandang teori relativitas adalah bahwa ruang-waktu adalah relasional, bukan absolut. Dalam fisika klasik, seandainya semua materi dihilangkan dari alam semesta, akan tertingal sebuah ruang-waktu yang absolut. Tetapi dalam fisika relativitas, jika semua materi dihilangkan, tidak ada yang tersisa - tidak ada ruang-waktu jika tidak ada materi. Ruang-waktu tidaklah eksis dengan sendirinya, tapi ruang-waktu adalah network dari hubungan dan perubahan. Jadi pelajaran utama dari teori relativitas adalah bahwa teori fisika haruslah bebas latar (background independent), yaitu bahwa teori fisika tidak didefinisikan dalam latar ruang-waktu yang statis seperti dalam fisika klasik.
Sekarang, kita tinjau fisika kuantum. Dalam fisika klasik, deskripsi sebuah partikel atau sebuah sistem dapat diberikan dengan pasti, dan pengukuran besaran yang diamati (observable) dapat dilakukan secara pasti, dan secara prinsip keadaan sistem tidak terpengaruh oleh proses pengukuran. Namun dalam fisika kuantum, keadaan sistem dan pengamatan tidaklah demikian, karena ada dua prinsip utama dalam fisika kuantum yang terasa asing bila ditinjau dari kacamata fisika klasik. Misalkan kita ingin mengambarkan sebuah sistem dalam keadan kuantum. Misalkan sistemnya adalah gas dalam kotak, maka keadaannya terdiri dari posisi dan kecepatan masing-masing molekul gas. Namun, ada kendala tertentu dalam mengambarkan sebuah sistem kuantum, yaitu prinsip ketidakpastian Heisenberg, yang mengatakan bahwa terdapat pasangan observables yang tidak bisa diamati keduanya secara akurat : jika salah satu akurasinya bertambah, maka yang lainnya akurasinya berkurang. Misalnya posisi dan kecepatan adalah pasangan observables demikian. Jadi misalnya state kita hanya bisa mengandung posisi eksak atau kecepatan eksak, tetapi tidak keduanya.
Satu hal lagi yang cukup membingungkan dalam teori kuantum, adalah prinsip superposisi. Misalkan sistem kita dapat berada dalam dua keadan yang berbeda : keadaan A dan keadaan B. Prinsip superposisi menyatakan bahwa sistem itu dapat juga berada dalam kombinasi antara A dan B. Jadi keadaan kuantum kita adalah superposisi dari A dan B : a x A + b x B, di mana a dan b adalah bilangan. Keadaan superposisi a x A + b x B jelas memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan keadan A dan B. Dan jika kita melakukan pengukuran, jelas kita tidak akan mengamati keadan superposisi tadi - yang kita amati adalah entah A atau B : kita akan mengamati A dengan peluang a^2, dan B dengan peluang b^2. Dalam fisika klasik kita selalu mengambarkan keadaan sistem dalam keadaan pasti, dan melakukan pengukuran juga besaran yang pasti. Namun dalam fisika kuantum, apa yang kita amati berbeda dengan apa yang sebenarnya. Realita kuantum seperti inilah yang agak sulit untuk dicerna, sehingga sampai sekarang pun belum ada satu interpretasi kuantum yang bisa diterima oleh semua orang. Mungkin sebuah contoh yang paling populer adalah sebuah eksperimen pikiran (bukan eksperimen sebenarnya loh ) : paradoks kucing Schrodinger ( lihat misalnya http://en.wikipedia.org/wiki/Schrodingers_cat ).
Jadi teori relativitas memberikan sudut pandang baru mengenai ruang-waktu, namun sayangnya teori relativitas masih mengikuti fisika klasik dalam memandang realita dan pengamatan.
Begitu juga teori kuantum memberikan sudut pandang baru mengenai pengamat dan yang diamati, namun sayangnya teori kuantum masih mengunakan latar ruang-waktu statis seperti fisika klasik.
Mungkin anda mengusulkan : bagaimana kalau teori relativitas kita modifikasi sehingga memasukkan konsep kuantum mengenai pengamatan, atau bagaimana kalau teori kuantum kita modifikasi sehingga memasukkan konsep bebas-latar dari teori relativitas?
Secara tradisional, memang ada dua jalan utama dalam riset mewujudkan teori kuantum gravitasi. Yang pertama berakar dari teori relativitas, yaitu loop quantum gravity atau canonical quantum gravity. Yang kedua berakar dari teori kuantum (atau teori medan kuantum), yaitu string theory (atu M-theory). Kedua jalan ini pendekatannya memang berbeda, walaupun keduanya setuju bahwa dalam skala kecil (sangat sangat kecil, yaitu sekitar 10^-33cm) ruang-waktu tidak lagi mulus seperti yang kita amati pada skala besar. Tentunya ada juga jalan lain yang tidak mengikuti jalan-jalan tradisional tadi, misalnya twistor theory, non-commutative geometry, topos theory, dan lain sebagainya.
Tentunya sebaik apa puh teori, dia tidak akan beridir dengan kokoh tanpa didukung oleh eksperimen. Sampai sekarang belum ada eksperimen yang bisa membenarkan atau menyalahkan teori-teori gravitasi kuantum, walaupun ada beberapa proposal yang kelihatannya cukup mungkin untuk dilaksanakan.

Teori Segalanya, Pengejaran Panjang Sebuah Mimpi


Pernahkah Anda membayangkan satu kota memiliki dua aturan yang sama sekali berbeda? Tentu akan terjadi kekacauan dan kerancuan. Tapi percayakah Anda, itulah yang terjadi pada alam semesta kita. Ada dua aturan sangat berbeda untuk menjelaskan fenomena dalam alam semesta kita? Aturan itu adalah Teori Relativitas Umum Einstein dan Mekanika Kuantum.

Teori Relativitas Umum menggambarkan alam semesta sebagai hubungan antara materi dan geometri ruang-waktu (spacetime). Materi membuat ruang-waktu melengkung (curved), dan ruang-waktu membuat materi bergerak (motion). Kombinasi geometri-materi inilah yang kita rasakan sebagai gravitasi. Teori Relativitas Umum menjelaskan interaksi pada skala makro atau tingkat kasat mata, misalnya peredaran planet, bintang, dan galaksi

Ketika kita mencoba memahami alam semesta pada ukuran mikro atau tingkat partikel, maka kita harus memakai Mekanika Kuantum. Mekanika Kuantum mendeskripsikan alam semesta sebagai superposisi dari berbagai kemungkinan. Beberapa aturan umum pada skala makro dilanggar, seperti atas-bawah, simetri kanan-kiri, dan bahkan waktu sebelum atau sesudah.

Masalahnya adalah kenapa harus ada dua aturan? Kenapa materi pada skala mikro berperilaku berbeda dengan materi pada skala makro? Walau demikian, berbeda dengan contoh kota yang kacau karena memiliki dua aturan berbeda, alam semesta tetap harmonis. Atas dasar pemikiran itulah, orang berpikir seharusnya ada satu teori umum yang mampu menjelaskan kedua hal tersebut.

Ide penyatuan teori

Sebelum kita masuk pada ide "Penyatuan Teori", ada baiknya kita mengenal dulu interaksi dasar yang mengatur alam semesta. Semua fenomena di alam semesta terjadi karena interaksi antarpartikel. Ada empat interaksi dasar, yaitu elektromagnetik, lemah, kuat, dan gravitasi. Interaksi elektromagnetik menghasilkan listrik, magnet, dan cahaya. Interaksi lemah menyebabkan peluruhan radioaktif. Dan interaksi kuat mengikat proton-proton dan neutron-neutron dalam inti atom. Mekanika Kuantum dipakai untuk menjelaskan mekanisme tiga interaksi pertama ini. Interaksi terakhir, gravitasi, dijelaskan Teori Relativitas Umum.

Adalah Albert Einstein yang pertama kali mencoba menggabungkan keempat interaksi tersebut dalam sebuah teori umum yaitu "Teori Segalanya" (Theory of Everything). Pertama, dia mencoba menggabungkan interaksi gravitasi dengan elektromagnetik, karena secara matematika kedua interaksi ini memiliki sifat sama yaitu berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Einstein menghabiskan lebih dari 30 tahun sisa hidupnya berkutat pada masalah ini, namun dia gagal.

Mimpi Einstein tetap hidup. Idenya adalah alam semesta ini seharusnya bisa dijelaskan satu teori tunggal, yang berlaku baik pada dunia makro maupun mikro. Para ilmuwan dari berbagai kalangan terus memburu teori tunggal ini. Mereka percaya, teori ini adalah kunci utama memahami alam semesta sesungguhnya bekerja. Inilah isu utama di kalangan para fisika teoritis.

Sejauh ini, ada dua kandidat utama sebagai "Teori Segalanya", yaitu Model Baku (Standard Model), dan Teori Dawai (String Theory). Artikel ini memberikan gambaran singkat bagaimana dua teori ini menggapai "Teori Segalanya".

Model baku

"Model Baku" memiliki sejarah yang panjang. Ratusan fisikawan berkontribusi dan ribuan eksperimen terlibat untuk mencari sebuah model untuk menjelaskan semua fenomena. "Model Baku" pertama kali diperkenalkan trio Nobel Fisika 1979, Sheldom Glashow, Abdus Salam, dan Steven Weinberg. Disebut "Model Baku" karena teori penyusunnya didukung hasil eksperimen. "Model Baku" sejauh ini adalah pemodelan untuk menyatukan tiga interaksi dunia mikro.

Ide utama "Model Baku" adalah menganggap partikel dasar pembentuk materi (quark dan lepton) adalah sebagai partikel titik. Partikel titik ini berinteraksi dengan partikel titik lain dan saling menukarkan sebuah partikel khusus yang disebut partikel pengantar interaksi (exchange particle). Satu partikel pengantar hanya bekerja khusus pada satu interaksi saja.

Para eksperimentalis sudah menemukan partikel pengantar untuk masing-masing interaksi. Foton untuk interaksi elektromagnetik, W dan Z untuk interaksi lemah, dan gluon untuk interaksi kuat. Satu partikel pengantar yang masih dalam prediksi teori adalah graviton untuk interaksi gravitasi.

Penemuan partikel pengantar ini adalah kunci dari penggabungan teori. Alasannya, pada tingkat energi tertentu maka partikel pengantar pada masing-masing interaksi bersatu dan tidak bisa dibedakan.

Glashow, Salam, dan Weinberg sudah berhasil membuktikan hal ini. Mereka menggabungkan interaksi elektromagnetik dan interaksi lemah dalam satu Teori Elektrolemah (Electroweak Theory). Tugas selanjutnya adalah menyatukan interaksi kuat bersama interaksi elektrolemah dalam satu teori, "Teori Unifikasi Agung" (Grand Unified Theory).

"Teori Unifikasi Agung" bukanlah masalah gampang karena ada satu sarat yang model ini belum buktikan, yaitu partikel supersimetri. Partikel supersimetri adalah partikel bayangan dari partikel pengantar interaksi. Satu partikel pengantar interaksi memiliki satu partikel supersimetri.

Kalau "Teori Unifikasi Agung" bisa tercapai, selanjutnya tugas yang tak kalah berat adalah mengawinkan dengan interaksi gravitasi dalam satu aturan: Kuantum-Gravitasi. Kendala selanjutnya adalah graviton yang belum ditemukan.

Saat ini "Model Baku" bekerja pada jalur utama fisika partikel dalam menguak rahasia alam semesta. Alasannya karena banyak prediksi teoretis dengan "Model Baku" terbukti secara eksperimental. Kini para eksperimentalis dari berbagai belahan dunia bekerja untuk membuktikan prediksi terbesar dari "Model Baku" ini, Teori Unifikasi Agung dan Kuantum-Gravitasi.

Teori dawai

Teori ini lahir tanpa sengaja pada akhir tahun ’60-an, ketika Leonard Susskind dari Stanford University menguraikan persamaan matematika Gabriele Veneziano (Itali) untuk interaksi kuat. Susskind melihat, persamaan tersebut menjelaskan partikel titik dalam Model Baku (quark dan lepton) dan partikel pembawa interaksi memiliki struktur internal, yaitu dawai energi yang bergetar. Dawai tersebut berosilasi, merenggang dan merapat, memutar dan memuntir. Perbedaan frekuensi osilasi pada dawai akan memberikan karakter unik pada partikel tersebut, seperti massa (mass) dan muatan (charge).

Ide Teori Dawai ini berkembang pesat di awal ’80-an, setelah Michael Greene dan John Schwarz memperbaiki matematika Teori Dawai. Karya mereka menunjukkan, Teori Dawai mengarah pada penyatuan fenomena mikroskopik dan makroskopik.

Fisika kita sekarang hanya sanggup untuk mengerti "Bagaimana alam bekerja", tapi tidak sanggup menjawab, "Kenapa alam bekerja seperti demikian". "Teori Segalanya" menjanjikan penyatuan semua fenomena alam dalam satu teori umum, memberi jawaban "kenapa alam bekerja demikian". Tidak hanya sampai di sana, misteri awal kelahiran alam semesta pun bisa dilacak.

Kita sebenarnya adalah saksi sejarah pencarian intelektual "what is behind God's mind" tentang alam semesta ini. Akankah mimpi panjang Einstein ini akan berakhir pada suatu kesimpulan? Akankah "Teori Segalanya" menjadi akhir dari Fisika? Ataukah Tuhan sudah menyiapkan sesuatu di balik itu? Wallahu'alam.***

Febdian Rusydi,

Wednesday, April 04, 2007

MEKANIKA KUANTUM

Peradaban manusia minimal mengenal tiga jenis mekanika, yaitu:

Mekanika Newtonian - dikembangkan Newton berdasarkan data percobaan dan pemikiran Galileo Galilei tentang gerak benda, pemikiran Copernicus tentang gerak revolusi planet-planet terhadap matahari (selanjutnya dikembangkan Keppler menjadi tiga hukumnya mengenai gerak planet mengelilingi matahari), dan data perbintangan Thyco Brahe (Newton melakukan kecurangan dengan mencuri data ini tanpa persetujuan pihak Thyco Brahe).

Mekanika Relativistik - dikembangkan oleh Einstein lewat Teori Relativitas Khusus dan Umum, terutama berdasarkan Relativitas Khusus. Intinya besaran-besaran fisis seperti waktu, panjang, dan massa adalah besaran relatif tergantung kecepatan pengamat dan yang diamati (tentu pengecualian ditujukan untuk kecepatan cahaya yang konstan tak tergantung pengamat)

Mekanika Kuantum - dikembangkan oleh kumpulan ilmuwan paling cemerlang abad dua puluh (dimulai akhir abad 19) seperti Schrodinger, Planck, Heisenberg, Bohr, dan Broglie (ada kemungkinan Einstein ikut mengembangkannya dengan mengajukan tantangan-tantangan yang harus dijawab oleh mekanika kuantum). Mekanika Kuantum adalah proyek fisika teoretis paling ambisius dengan tujuan akhir menggabungkan semua hukum fisika dalam satu teori tunggal. (General Unified Theory - Theory of Everything).

Apa yang dikatakan mekanika kuantum tentang ruang-waktu ? Mekanika Kuantum adalah sebuah teori ajaib sepanjang masa (mungkin sebentar lagi rekornya akan diambil alih oleh Wolfram dengan teori digital universenya). Mekanika Kuantum menyatakan

1. Tak ada realitas selama hal itu belum diukur.

2. Tidak ada pengukuran yang dapat menghasilkan nilai yang pasti karena hukum fisika melarang hal ini. Heisenberg merumuskannya dengan elegan dalam asas ketidakpastian Heisenberg.
3. Segala-galanya adalah fungsi probabilitas. Anda boleh menyatakan sebuah mobil mungkin adalah sebuah motor atau rumah atau makhluk hidup, pokoknya terserah anda. Tapi anda bertanggung jawab terhadap tingkat kemungkinan sebuah mobil adalah motor atau rumah atau makhluk hidup. Hal ini dirumuskan oleh Schrodinger dalam fungsi gelombang Schrodinger.

4. Linguistik manusia telah menipu manusia dalam mempelajari hukum alam. Definisi tentang partikel, gelombang, massa, dan energi misalnya ternyata bukanlah besaran fisis sebenarnya melainkan hanyalah kamuflase fisis. Broglie menyatakan partikel dapat dipandang sebagai gelombang tergantung momentumnya (namun hal sebaliknya belum tentu benar, kecuali untuk gelombang cahaya yang dapat dipandang sebagai gelombang maupun partikel), Einstein menyatakan massa dapat dipandang sebagai energi dan sebaliknya (E=mc2 - diturunkan dari relativitas khusus). Ini sulit dijelaskan, pokoknya massa dan energi adalah kamuflase terhadap besaran fisis yang lebih fundamental

5. Ada kemungkinan besaran-besaran fisis adalah besaran diskrit bukan kontinu. Pemecahan terhadap fungsi gelombang Schrodinger membolehkan kita memandang alam semesta sebagai parameter ruang-waktu diskrit.

Point terpenting dalam bahasan ini adalah point nomor 5.

Tuesday, March 13, 2007

Angin di Permukaan Bulan


Jika kita tinggal di permukaan bulan, maka angin boleh jadi akan menerpa kita . Artinya bulan juga memiliki atmosfir seperti bumi. Berapa besar kekuatan angin itu, yach...agak susah nyari referensinya. Tapi yang jelas kunjungi saja:
http://www.nasm.si.edu/collections/imagery/apollo/ASll/allimages2.htm

maka di Smithsonian National Air dan Space Museum, kita akan menjumpai foto seperti di atas.
Percaya atau tidak, setidaknya kita belajar bahwa ilmu memang tidak hitam putih.

Saturday, February 24, 2007

Kenapa Gelas Transparan


Gelas dan kaca termasuk benda yang sangat akrab dalam kehidupan kita. Namun pernahkah kita berpikir kenapa gelas dan kaca bisa tembus pandang? Bagi kita-kita yang gak pedulian amat gak akan ambil pusing. Tapi bagi mereka yang tahu gelas dan kaca itu terbuat dari Silicon Dioxide (SiO2) yang notabene juga ada dalam pasir dan batu, bakalan pusing… kenapa pasir dan batu gak tembus pandang ya?

Kenapa ya? Sebelum kita bahas kenapa, ada baiknya kita pahami dulu apa itu transparan (transparant) dalam pandangan fisika.
Apa itu Transparan?

Transparan dikaji secara khusus dalam optik. Sebuah material dikatakan bersifat transparant ketika dia melewatkan cahaya (light). Misalnya udara bersih, air jernih, gelas, kaca, dan plastik.
Bagaimana proses transparansi itu?

Kita bisa melihat pada jarak pandang sampai berkilometer melewati udara bersih. Ini dimungkinkan karena elektron yang ada dalam material udara, yang menyerap photon kalau ditembakkan cahaya, tidak memiliki level energi yang dibutuhkan untuk menyerap photon tersebut. Sehingga photon tersebut diteruskan saja.

Tunggu tunggu.. apa itu photon? Apa pula itu level energi?

Photon adalah quantisasi dari cahaya. Secara sederhana bisa disebut “partikel cahaya”. Haa??? Cahaya itu partikel? Bagaimana bisa? Ya, pada dasarnya karena photon inilah cahaya (light) dan benda (matter) memiliki apa yang disebut sifat “dualisme partikel-gelombang”. Baik cahaya maupun benda bisa bersifat sebagai partikel (punya massa), disaat yang lain bisa sebagai gelombang (punya frekuensi).

Level energi adalah tingkatan energi pada orbit atom yang didefenesikan oleh Bohr dalam model atom hidgrogennya:

E = (13.6 / n^2) [eV]

(Tanda minus menyatakan besarnya energi yang dibutuhkan sistem, atau disebut juga Binding Energy).

Di mana eV adalah electron Volt, satuan energi yang biasa dipakai dalam skala atomik, dan n adalah nomor orbit. n = 1 adalah orbit pertama atau terdekat dengan inti atom. Bayangkan peredaran tata surya kita adalah atom, matahari adalah inti atom dan planet2 adalah elektron yang beredar memutari inti atom. Bumi berada pada n = 3.

Arti fisis dari persamaan itu adalah, electron yang berada di n=1 butuh energi sebanyak 13.6 [eV] untuk pergi dari orbitnya. Dari mana dia dapat energi itu? Dari photon, yang menyumbangkan energi sebanyak hv. Jadi, untuk berpindah ke n=2, elektron itu butuh suntikan energi sebesar:

E (yg dibutuhkan) = E(n=1) + hv

Di mana h = konstanta Planck, dan v = frekuensi photon.

Selanjutnya kita masuk pada bagian penting dari postulat Bohr tentang Quantum Atom. Kalau elektron itu melompat ke n yang lebih rendah (spontan emition), maka elektron itu akan MENGHASILKAN photon. Sebaliknya, untuk melompat ke n yang lebih tinggi, elektron MEMBUTUHKAN photon. Kalau ternyata tidak ada lagi n yang tersedia untuk dilompati, maka photon tadi cuma numpang lewat saja, tidak diapa2in. Digoda aja gak…

INILAH yang terjadi pada gelas dan kaca. Struktu kristal SiO2 dalam gelas dan kaca tidak memungkinkan elektron melompat ke kulit yang lebih tinggi walau sudah mendapat suntikan tenaga dari foton, sehingga foton tadi dilewatkan begitu saja.

Apa akibatnya kalau foton itu dilewatkan saja?

Maka mata kita akan menerima cahaya yang berasal dari balik gelas atau kaca itu, dan bayangan2 benda akan jatuh di retina mata kita memungkinkan kita MELIHAT benda di balik gelas atau kaca tadi.

Itulah mengapa gelas dan kaca tembus pandang, sementara batu tidak.

Sebagai tambahan, pewarnaan gelas dan kaca mungkin dilakukan dengan sedikit merubah struktur kristal SiO2, sehingga ada foton yang terserap, dan yang tidak terserap akan memberikan efek warna. Kalau foton yang tidak terserap adalah warna kuning, maka gelas atau kaca akan berwarna kuning.

Gimana, asikkan? Setelah membaca artikel ini, maka kamu2 semua akan lebih menyadari betapa indah dan nikmatnya gelas dan kaca itu. Ajaib, fantastis. Walau demikian, jangan sekali-kali memakannya kecuali sudah punya ilmu kebal :p

Referensi: * H. Haken & H. C. Wolf, “The Physics of Atoms and Quanta”, Chapter 8, 6th edition, Springer * C. Kittel, “Introduction to Solid State Physucs”, mostly Chapter 11, 7th edition, John Wiley & Sons sehari-hari. Gak usah diterangin dech, manfaat dan kegunaannya. Dan juga gak usah ditanya dech, kenapa kita butuh gelas dan kaca.

sumber: Febdian Rusydi

Monday, February 05, 2007

PEREMPUAN

Dalam sebuah acara FGD Perempuan di D'Rodya Cafe, saya dihadiahi sebuah tulisan untuk bahan diskusi oleh Mas Taufik Abdullah, Dosen FISIP Unimal. Ada satu bagian yang sangat menarik bagi saya, mari kita baca sama-sama.......
"Jangankan lelaki biasa, Nabi-pun terasa sunyi tanpa perempuan. Tanpa mereka, pikiran, hati, dan perasaan lelaki akan resah. Masih mencari walupun ada segalanya. Apa yang tidak ada dalam syurga, namun Adam tetap rindukan Hawa. Dan, pada perempuanlah lelaki memanggil ibu, isteri ataupun puteri. Maka dijadikan perempuan dari tulang rusuk yang bengkok untuk diluruskan oleh lelaki, tetapi kalau lelaki sendiri tidak lurus, mana mungkin kayu yang bengkok menghasilkan bayang-bayang yang lurus ...... ! "